Kamis, 08 Mei 2014

ANALISIS PERKEMBANGAN MAKNA KOSA KATA BAHASA INDONESIA

1.     Pendahuluan
Linguistik sebagai salah satu disiplin ilmu bahasamengalami pertumbuhan dan perkembangan karena bahasa dipakai manusia dan manusia itu selalu tumbuh dan berkembang. Begitu pula dengan kata-kata yang mengalami pergeseran makna  sejalan dengan perkembangan bahasa. Perubahan tersebut karena pergeseran konotasi, rentang masa penggunaan jarak dsb. Perubahan-perubahan tersebut ada bermacam-macam antar lain: menyempit, meluas, amelioratif, peyoratif, dan asosiasi. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai adanya perubahan makna dari makna sebelumnya saat berkomunikasi.  Bila diteliti kembali bahasa selalu mengalami penambahan istilah-istilah baru. Dari istilah baru tersebut kemudian muncul makna baru yang berbeda dari makna sebelumnya.  Dalam hal ini akan membahas mengenai  kata-kata yang mengalami pergeseran dan perluasan  makna.
Lingkungan masyarakat yang mengali perkembangan dan jumlah penduduk yang semakin bertambah membuat bahasa mengalami perubahaan dalam memaknai kata. Kata menjadi salah satu unsur bahasa yang memilki makna.  Akibat adanya perkebangan bahasa dari generasi ke generasi membuat makna kata mengalami perubahasan bisa bergeser, meluas dan menyempit tergantung pemakai bahasa saat menuturkan kata.
Menurut Pateda (1986:71), bahasa berkembang terus sesuai dengan perkembangan manusia pemakai bahasa. Kita telah mengetahui bahwa pemakaian bahasa di wujudkan dalam bentuk leksem-leksem dan kalimat. Manusialah yang menggunakan leksem dan kalimat itu dan kalimat itu dan manusia pula yang menambah kosa kata yang ada sesuai dengan kebutuhan pemakai bahasa. Karena pemikiran manusia berkembang maka pemakaian leksem dan kalimat berkembang pula. Perkembanagn tersebut dapat berwujud penambahan atau berwujud pengurangan.
1.2 RumusanMasalah
1)     Bagaimanakahbentukanalisis kata “tanggal” ?
2)     Bagaimanakahbentukanalisis kata “putih”?
3)     Bagaimanakahbentukanalisis kata “tahu”?
4)     Bagaimanakahbentukanalisis kata “abstrak”?
5)     Bagaimanakahbentukanalisis kata “kacamata”?
6)     Bagaimanakahbentukanalisis kata “bulan” ?
7)     Bagaimanakahbentukanalisis kata “tablet”?

1.3 Tujuan
1)     Menjelaskanbentukanalisis kata “tunggal”
2)     Menjelaskanbentukanalisis kata “putih”
3)     Menjelaskanbentukanalisis kata “tahu”
4)     Menjelaskanbentukanalisis kata “abstrak”
5)     Menjelaskanbentukanalisis kata “kacamata”
6)     Menjelaskanbentukanalisis kata “bulan”
7)     Menjelaskanbentukanalisis kata “tablet”


2. Pembahasan
2.1  PerluasanMakna Kata “tanggal”
Kata “tanggal” mengalamiperluasanmakna.
Contoh:
(1)  Hotel Santika Malang diresmikanpadatanggal 22 Agustus 2012.
(2)  Adikterjatuhdarisepeda, sehinggagiginyatanggal.
               Padakalimat (1) kata “tanggal” mempunyaimakna ‘bilangan yang menyatakanhari yang keberapadalambulan’, sedangkanpadakalimat (2) kata “tanggal” mempunyaimakna ‘terlepas’. Berdasarkancontohitu, maka kata tanggaldapatdisebutsebagai kata yang mengalamiperkembanganmaknasecarameluas.Hal itukarena kata “tanggal” mengalamipenambahanmaknadari yang semulabermakna‘bilangan yang menyatakanhari yang keberapadalambulan’berkembangmenjadi‘terlepas’. Aminudin (2011:130) mengatakanbahwaperkembangan, pergeserandanperubahanmaknaitudapatterjadisecarameluas, yaknibilasuatubentukkebahasaaanmengalamiberbagaipenambahanmakna yang secarakeseluruhannyadigunakansecaraumum.
            Perluasanmakna kata “tanggal” dipengaruhiolehfaktorunsurkesejarahan.Unsurkesejarahan kata “tanggal” yang mempunyaiduamaknaberbedadapatdikaitkandenganperjalananpemakaian kata “tanggal” itusendiridarisuatugenerasikegenerasi. Hal itukarena “tanggal” yang bermakna ‘bilangan yang menyatakanhari yang keberapadalambulan’dan “tanggal” yang bermakna‘terlepas’keduanyasudahdigunakanpemakaibahasasejakdahuludanpemaknaannyabisaditerimaolehmasyarakatpadaumumnya.
2.2PerluasanMakna Kata “putih”
Kata “putih” mengalamiperluasanmakna.
Contoh:
(1)  Andimemakaikemejawarnaputih.
(2)  Likadikenalsebagaigadisberhatiputihdalammenolongteman-temannya di sekolah.
            Pada kalimat (1) kata “putih” mempunyai makna ‘salah satu jenis warna’, sedangkan pada kalimat (2) kata “putih” memiliki makna ‘tulus/ikhlas’. Berdasarkancontohitu, maka kata “putih”dapatdisebutsebagai kata yang mengalamiperkembanganmaknasecarameluas. Hal itukarena kata “putih” mengalamipenambahanmaknadari yang semulabermakna ‘salahsatujeniswarna’ berkembangmenjadi ‘tulus/ikhlas (bersih)’. Aminudin (2011:130) mengatakanbahwaperkembangan, pergeserandanperubahanmaknaitudapatterjadisecarameluas, yaknibilasuatubentukkebahasaaanmengalamiberbagaipenambahanmakna yang secarakeseluruhannyadigunakansecaraumum.
            Perluasanmakna kata “putih” dipengaruhiolehfaktoremotif.Faktoremotifmenyebabkanpergeseranmakna kata menjadimetafora.Dalamkasusini, perluasan kata “putih” disebutsebagaimetaforasinaestetis.Metaforasinaestetisadalahpemindahanasosiasifitursemantiksuatureferentertentukereferenlain yang secaraanalogismemilikikesejajaransifat (Aminudin, 2011:133). Hal itukarena kata “putih” padakalimat (2) memilikikesejajaransifatdenganmakna kata “putih” kalimat (1).Kesejajaransifatterlihatpadakalimat (1) kata “putih” mempunyaiarti ‘salahsatujeniswarna yang dikenalsebagaiwarna yang melambangkankebersihan’ sejajarsifatnyadengankalimat (2) kata “putih” yang mempunyaimakna‘tulus/ikhlas (bersih)’.
2.3  PerluasanMakna Kata “tahu”
Kata “tahu” mengalami perluasan makna.
Contoh:
(1) Ibu memasak tahu goreng bumbu kecap untuk bekal sekolah kakak.
(2)Ayah sudahtahu jika kakak akan pulang terlambat karena ada jam tambahan di sekolah.
            Pada kalimat (1) kata “tahu” mempunyai makna ‘makanan dari kedelai putih yang digiling halus-halus, direbus, dan dicetak’, sedangkan pada kalimat (2) kata “tahu” mempunyai makna ‘mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami, dsb).’
            Faktor penyebab terjadinya pergeseran makna pada kata ‘tahu’ pada kalimat (2) merupakan akibat ciri dasar yang dimiliki oleh unsur internal bahasa. Hal ini karena kata ‘tahu’ pada kalimat (1)  yang tadinya secara sederhana mengandung arti ‘makanan dari kedelai putih yang digiling halus-halus, direbus, dan dicetak’, telah mengalami perluasan makna menjadi ‘mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami, dsb)’. Hal itu sebagai akibat munculnya anggapan bahwa keduanya memiliki kemiripan atau kesamaan makna, namun setelah berada dalam berbagai pemakaian yang berbeda ada kemungkinan membuahkan makna yang berbeda-beda bergantung pada konteks pemakaian.

2.4  PerluasanMakna Kata “abstrak”
Kata ‘abstrak’ mengalami perluasan makna.
Contoh :
(1)  Bahasa yang masih dalam tataran parole itu bersifat abstrak bukan konkrit karena  tidak dapat dilihat bentuk dan wujudnya.
(2)  Dinda sedang menulis abstrak dalam artikel ilmiah untuk memenuhi tugas akhir semester genap.
Faktor penyebab perluasan makna kata ‘abstrak’ yaitu adanya perbedaan tanggapan pemakai bahasa. Pada kata ‘abstrak’ awalnya diartikan sebagai antonim dari konkrit yang berarti tidak memiliki bentuk dan wujud mengalami perluasan makna menjadi unsur artikel dan jurnal yang mengandung ringkasan isi artikel dari awal sampai akhir. Hal itu sebagai akibat dari pandangan baru atau teori baru dalam satu bidang ilmu yang digunakan pemakai bahasa.
Selain itu pergeseran makna kata ‘abstrak’ juga dipengaruhi karena akibat sifat generik kata. Menurut Aminudin (1985:132) Kata-kata dalam suatu bentuk kebahasaan maknanya umum dan tidak pernah eksak dan sering kali bersifat lentur. Akibat kekaburan dan kelenturan itu sering kali makna kata mengalami perluasan dari makna awalnya. Jadi  kata ‘abstrak’ merupakan kata yang masuk dalam kata yang maknanya umum dan bersifat umum sehingga dapat mengalami perluasan makna. Sifat generik kata ‘abstrak’ yang semula berarti tidak berwujud mengalami pergeseran makna menjadi unsur artikel yang berisi ringkasan materi dari awal sampai akhir dalam bentuk singkat, padat dan terperinci dengan jelas.Kata ‘abstrak’ yang awalnya memiliki arti antonim dari konkrit yaitu tidak berwujud, berbentuk dan tidak dapat dihitung, sedangkan saat ini kata “abstrak” menjadi bagian dari unsur pembuatan artikel dan jurnal yang berisi rangkuman isi dari awal sampai akhir yang diletakan di awal penulisan artikel dan jurnal ilmiah dalam bentuk singkat, terperinci, padat dan jelas.

2.5  PerluasanMakna Kata “kacamata”
Kata “kacamata” mengalami perluasan makna
    Contoh:
(1)      Kemarin kakak membeli kacamata seharga 500 ribu rupiah.
(2)     Menurut kacamata para ahli pendidikan, minat baca pada siswa SD tahun ini semakin menurun.
            Pada kalimat (1) kata “kacamata” mempunyai makna ‘lensa tipis untuk mata guna menormalkan dan mempertajam penglihatan (ada yang berangka dan ada yang tidak)’, sedangkan pada kalimat (2) kata “kacamata” mempunyai makna ‘pandangan seseorang terhadap suatu hal yang ditinjau dari sudut (segi) tertentu, sudut pandang’.
            Faktor penyebab pergeseran makna  kata “kacamata” pada kalimat (2) merupakan akibat adanya spesifikasi ataupun spesialisasi. Hal ini karena kata ‘kacamata’ pada kalimat (1)  yang tadinya secara sederhana mengandung arti ‘lensa tipis untuk mata guna menormalkan dan mempertajam penglihatan (ada yang berangka dan ada yang tidak)’ telah mengalami perluasan makna menjadi kata “kacamata” mempunyai makna ‘pandangan seseorang terhadap suatu hal yang ditinjau dari sudut (segi) tertentu, sudut pandang’. Hal itu sebagai akibat karena kedua kata tersebut ternyata telah mengalami kekhususan pemakaian. Dalam hal tersebut, selain unsur pinjaman dari bahasa asing dan mobilitas sosial, terdapatnya berbagai kelompok sosial maupun bidang profesi juga ikut berperan.
Selain dipengaruhi oleh akibat adanya spesifikasi ataupun spesialisasi, pergeseran makna “kacamata” juga dipengaruhi oleh faktor perbedaan dalam bidang pemakaian.  Kata “kacamata” yang memiliki makna sederhan meluas menjadi memiliki makna yang lebih profesional dari pada lainnya ketika seorang penutur menyebutkan kata “pandangan”.

2.6  PerluasanMakna Kata “bulan”
Kata ‘bulan’ mengalami perluasan makna.
Contoh :
(1)   Anita akan berkunjung ke rumah nenek sekitar bulan januari.
(2)   Malam ini bulan bersinar sangat terang.
Dari contoh kalimat (1) menandakan bulan berarti nama-nama bulan yang ada dalam kalender yang kemudian mengalami perluasan makna akibat adanya unsur kesejarahan yang memungkinkan adanya perkembangan konsep ilmu pengetahuan dari perjalanan generasi ke generasi berikutnya. Pada contoh kalimat (2) kata bulan mengalami perluasan makna yang kedua memilki arti bulan sebagai benda langit yang mengitari bumi, bersinar pada malam hari karena pantulan sinar matahari.
Selain  itu perluasan makna kata “bulan”  juga dipengaruhi faktor perbedaan dalam bidang pemakaian. Bulan dapat dipakai sebagai lambang nama dalam kalender dan juga bulan dapat digunakan sebagai salah satu nama benda langit yang mengitari bumi. Hal ini tidak dapat dipersoalkan karena makna yang muncul telah disepakati dan sudah diterapakan selama bertahun-tahun.

2.7  PerluasanMakna Kata “tablet”
Kata “tablet” mengalami perluasan makna.
Contoh:
(1)  Obat adik berbentuk tablet.
(2)  Kakak membelikan adik tablet baru di Hi-Tech Mall.
Pada kalimat (1) kata “tablet” mempunyai makna ‘obat dalam bentuk butiran atau pipih’, sedangkan pada kalimat (2) kata “tablet” mempunyai makna ‘laptop atau komputer portable berbentuk buku yang memiliki layar sentuh’.Faktor penyebab pergeseran makna  kata ‘tablet’ pada kalimat (2) merupakan akibat adanya perkembangan ilmu dan teknologi. Hal ini karena kata ‘tablet’ pada kalimat (1)  yang tadinya secara sederhana mengandung arti obat dalam bidang kesehatan telah mengalami perluasan makna menjadi barang elektronik yang berbentuk buku. Hal itu sebagai akibat dari pandangan baru atau teori baru dalam satu bidang ilmu atau sebagai akibat dalam perkembangan teknologi saat ini.
Selain dipengaruhi oleh faktor ilmu dan teknologi, perluasan makna “tablet” juga dipengaruhi oleh faktor perbedaan dalam bidang pemakaian.  Kata “tablet” yang berasal dari bidang kesehatan dapat juga dipakai dalam bidang lain atau menjadi kosa kata umum, sehingga kata “tablet” memiliki makna yang baru  atau makna lain disamping makna aslinya.
3.     Kesimpulan
Dari beberapa kata yang mengalami perluasan makna,  dapat diambil kesimpulan bahwa meluasnya makna karena adanya faktor-faktor dari perkembangan teknologi, dan perbedaan tanggapan pemakaian bahasa, akibat unsur kesejarahan dan  faktor emotif mengenai metafora dan sinaestetis.  Berberapa kata yang mengalami perluasan makna diantaranya, kata ‘tablet, ‘abstrak’, putih’, ’tahu’, ’tanggal’, ‘bulan, ‘kacamata’. Dalam hal ini, meluasnya makna menjadi salah satu bahasan yang muncul akibat adanya pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan yang membuat pemakai bahasa memunculkan kata-kata baru yang akhirnya mengalami perluasan makna.



DAFTAR RUJUKAN


Aminuddin. 2011. Semantik: PengantarStuditentangMakna. Bandung: SinarBaruAlgensindo


Pateda, M. 2001. SemantikLeksikal. Flores: Nusa Indah

ANALISIS BAHASA BAKU DAN NON BAKU DALAM BAHASA INDONESIA

PENDAHULUAN
Bahasa merupakan salah satu alat untuk mengadakan interaksi terhadap manusia yang lain. Jadi bahasa tersebut tidak dapat dipisahkan dengan manusia. Dengan adanya bahasa kita kita dapat berhubungan dengan masyarakat lain yang akhirnya melahirkan komunikasi dalam masyarakat.

Bahasa Indonesia mempunyai sebuah aturan yang baku dalam pengguanaanya, namun dalam prakteknya sering terjadi penyimpangan dari aturan yang baku tersebut. Kata-kata yang menyimpang disebut kata non baku. Hal ini terjadi salah satu penyebabnya adalah faktor lingkungan. Faktor ini mengakibabkan daerah yang satu berdialek berbeda dengan dialek didaerah yang lain, walaupun bahasa yang digunakannya terhadap bahasa Indonesia.

Saat kita mempergunakan bahasa Indonesia perlu diperhatikan dan kesempatan. Misalnya kapan kita mempunyai ragam bahasa baku dipakai apabila pada situasi resmi, ilmiah. Tetapai ragam bahasa non baku dipakai pada situas santai dengan keluarga, teman, dan di pasar, tulisan pribadi, buku harian. Ragam bahasa non baku sama dengan bahasa tutur, yaitu bahasa yang dipakai dalam pergaulan sehari-hari terutama dalam percakapan



Bahasa tutur mempunyai sifat yang khas yaitu:
a. Bentuk kalimatnya sederhana, singkat, kurang lengkap, tidak banyak menggunakan kata penghubung.
b. Menggunakan kata-kata yang biasa dan lazim dipakai sehari-hari. Contoh: bilang, bikin, pergi, biarin.

Didalam bahasa tutur, lagu kalimat memegang peranan penting, tanpa bantuan lagu kalimat sering orang mengalami kesukaran dalam memahami bahasa tutur.

CIRI-CIRI BAHASA BAKU
Yang dimaksud dengan bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang dijadikan pokok, yang diajukan dasar ukuran atau yang dijadikan standar. Ragam bahasa ini lazim digunakan dalam:

1. Komunikasi resmi, yakni dalam surat menyurat resmi, surat menyurat dinas, pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi resmi, perundang-undangan, penamaan dan peristilahan resmi, dan sebagainya.

2. Wacan teknis seperti dalam laporan resmi, karang ilmiah, buku pelajaran, dan sebagainya.

3. Pembicaraan didepan umum, seperti dalam ceramah, kuliah, pidato dan sebagainya.

4. Pembicaraan dengan orang yang dihormati dan sebagainya. Pemakaian (1) dan (2) didukung oleh bahasa baku tertulis, sedangkan pemakaian (3) dan (4) didukung oleh ragam bahasa lisan. Ragam bahasa baku dapat ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:


2.1. Penggunaan Kaidah Tata Bahasa

Kaidah tata bahasa normatif selalu digunakan secara ekspilisit dan konsisten. Misalnya:

1. Pemakaian awalan me- dan awalan ber- secara ekpilisit dan konsisten.
Misalnya:
Bahasa baku
- Gubernur meninjau daerah kebakaran.
- Pintu pelintasan kereta itu kerja secara otomatis.

2. Pemakaian kata penghubung bahwa dan karena dalam kalimat majemuk secara ekspilisit. Misalnya:
Bahasa Baku
- Ia tidak tahu bahwa anaknya sering bolos.
- Ibu guru marah kepada Sudin, ia sering bolos.

3. Pemakaian pola frase untuk peredikat: aspek+pelaku+kata kerja secara konsisten. Misalnya:
Bahasa Baku
- Surat anda sudah saya terima.
- Acara berikutnya akan kami putarkan lagu-lagu perjuangan.
Bahasa Tidak Baku
- Surat anda saya sudah terima.
- Acara berikutnya kami akan putarkan lagu-lagu perjuangan.
4. Pemakaian konstruksi sintensis. Misalnya:
Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku
- anaknya - dia punya anak
- membersihkan - bikin bersih
- memberitahukan - kasih tahu
- mereka - dia orang

5. Menghindari pemakaian unsur gramatikal dialek regional atau unsure gramatikal bahasa daerah. Misalnya:
Bahasa Baku
- dia mengontrak rumah di Kebayoran lama
- Mobil paman saya baru
Bahasa Tidak Baku
- Dia ngontrak rumah di Kebayoran lama.
- Paman saya mobilnya baru.


2.2. Penggunaan Kata-Kata Baku
Masuknya kata-kata yang digunakan adalah kata-kata umum yang sudah lazim digunakan atau yang perekuensi penggunaanya cukup tinggi. Kata-kata yang belum lazim atau masih bersifat kedaerahan sebaiknya tidak digunakan, kecuali dengan pertimbangan- pertimbangan khusus. Misalnya:
Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku
- cantik sekali - cantik banget
- lurus saja - lempeng saja
- masih kacau - masih sembraut
- uang - duit
- tidak mudah - enggak gampang
- diikat dengan kawat - diikat sama kawat
- bagaimana kabarnya - gimana kabarnya


2.3. Penggunaan Ejaan Resmi Dalam Ragam Tulisan
Ejaan yang kini berlaku dalam bahasa Indonesia adalah ejaan yang disebut ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan (singkat EyD) EyD mengatur mulai dari penggunaan huruf, penulisan kata, penulisan partikel, penulisan angka penulisan unsur serapan, sampai pada penggunaan tanda baca. Misalnya:
Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku
- bersama-sama - bersama2
- melipatgandakan - melipat gandakan
- pergi ke pasar - pergi kepasar
- ekspres - ekspres, espres
- sistem – sistim


2.4. Penggunaan Lafal Baku Dalam Ragam Lisan
Hingga saat ini lafal yang benar atau baku dalam bahasa Indonesia belum pernah ditetapkan. Tetapi ada pendapat umum bahwa lafal baku dalam bahasa Indonesia adalah lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau lafl daerah.
Misalnya:
Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku
- atap - atep
- menggunakan - menggaken
- pendidikan - pendidi’an
- kalaw - kalo,kalo’
- habis - abis
- dengan - dengen
- subuh - subueh
- senin - senen
- mantap - mantep
- pergi - pigi
- hilang - ilang
- dalam – dalem


2.5. Penggunaan Kalimat Secara Efektip
Maksudnya, kalimat-kalimat yang digunakan dapat dengan tepat menyampaikan pesan dengan pembicaraan atau tulisan kepada pendengar atau pembaca, persis seperti yang di maksud pembicara atau penulis.

Keefektipan kalimat ini dapat dicapai antara lain dengan:

1. Susunan kalimat menurut aturan tata bahasan yang benar, misalnya:
Bahasa Baku
- Pulau Buton banyak menghasilkan aspal.
- Tindakan-tindakan itu menyebabkan penduduk merasa tidak aman dan
keluarganya merasa tidak aman.
Bahasa Tidak Baku
- Di pulau Buton banyak menghasilkan aspal.
- Tindakan-tindakan itu menyebabkan penduduk merasa tidak aman dan
keluarganya.


2. Adanya kesatuan pikiran dan hubungan yang logis didalam kalimat. Misalnya:
Bahasa Baku
- Dia datang ketika kami sedang makan.
- Loket belum dibuka walaupun hari sudah siang.
Bahasa Tidak Baku
- Ketika kami sedang makan dia datang.
- Loket belum dibuka dan hari tidak hujan.
3. Penggunaan kata secara tepat dan efesien. Misalnya:
Bahasa Baku
- Korban kecelakaan lalu lintas bulan ini bertambah.
- Panen yang gagal memaksa kita mengimpor beras.
2003 Digitalized by USU digita library 4
Bahasa Tidak Baku
- Korban kecelakaan bulan ini naik.
- Panen gagal memungkinkan kita mengimpor beras.
4. Penggunaan pariasi kalimat atau pemberian tekanan pada unsur kalimat yang
ingin ditonjolkan. Misalnya:
Kalimat Biasa
- Dia pergi dengan diam-diam.
- Dengan pisau dikupasnya mangga itu.
Kalimat Bertekanan
- Dengan pisau dikupasnya mangga itu.
Kalimat Bertekanan
- Pergilah daia dengan diam-diam.
- Dengan pisaulah dikupasnya mangga itu.

3. ANALISI RAGAM BAHASA BAKU DAN NON BAKU DALAM BAHASA
INDONESIA

3.1. Sudara ketua, para hadirin yang terhormat, kalimat tersebut jelas salah, karena mengandung makna jamak. Kata para sudah menyatakan jamak, begitu juga kata hadirin, sudah mengandung makna semua orang yang hadir, oleh karena itu tidak perlu dijamakkan lagi dengan menempatkan kata peserta para. Kalimat yang benar adalah: saudara ketua, hadirin yang terhormat,…..

3.2. Waktu kami menginjak klinik di bulan September… Kalimat diatas jelas salah, karta majemuk tidak tepat diapaki seharusnya memasuki, kata perangkai “di” tidak boleh ditempatkan didepan kata tidak menunjukkan kata tempat, jadi diganti dengan pada. Kalimat yang benar adalah: waktu kami memasuki klinik pada bulan September…..

3.3. Berhubung beryangkitnya penyakit cacar perlu diambil tindakan….. Kalimat diatas salah, kata penghubung yang harus selalu diikuti oleh, dengan, dan dibelakang kata cacar lebih baik dibubui koma. Jadi kalimat yang benar adalah: berhubung dengan berjangkitnya penyakit cacar, perlu diambil tindakan…..

3.4. Atas perhatian saudara dihaturkan banyak terima kasih. Kalimat diatas salah karena kata dihaturkan tidak ada dalam bahasa Indonesia, yang ada kata diucapkan selanjutnya kata banyak juga tidak dipakai, karena tidak lazim. Jadi kalimat yang benar adalah: atas perhatian saudara diucapkan terima kasih…..

3.5. Seluruh sekolah-sekolah yang ada dikota ini tidak menyenangi sistem ujian itu. Kalimat diatas salah. Kata seluruh sudah menunjukkan jamak. Jadi tidak perlu kata yang didepannya diulang, cukup seluruh sekolah. Selanjutnya kata depan di harus dipisahkan. Penulisan kata sisitim seharusnya sistem. Jadi kalimat yang benar adalah seluruh skolah yang ada dikota ini tidak menyenangi sistem ujian itu.

3.6. Seluru anggota perkumpulan itu harus hadir pada jam 14.00 siang.
Kalimat diatas salah.
I. Penulisan anggauta seharusnya anggota.
II. Penulisan hadlir seharusnya hadir (hiperkorek).
III. Menunjukkan waktu dipakai kata yang tepat adalah pukul.
Jadi kalimat yang benar adalah:
Seluruh anggota perkumpulan itu harus hadir pukul 14.00.

3.7. Sejak mulai dari hari Senen yang lalu sangat sedikit sekali perhatiannya
dipelajaran itu. Kalimat diatas salah.
2003 Digitalized by USU digita library 5
I. Kata sejak, mulai, dan mencakup pengertian yang sama. Jadi pilih
salah satu.
II. Kata Senen adalah non baku, yang baku adalah Senin.
III. Kata sangat, sekali mencakup pengertian yang sama.
IV. Kata depan “di” pada kata dipelajari tidak tepat, seharusnya pada
pelajaran. Jadi kalimat yang benar adalah:
Sejak Senin yang lalu sangat sedikit perhatiannya pada pelajaran.
Sejak Senin yang lalu sangat sedikit perhatiannya pada pelajaran itu.

3.8. Sya sudah umumkan supaya setiap mahasiswa-mahasiswa datang besok hari
Sabtu yang akan datang.
Kalimat diatas salah.
I. Saya sudah umumkan, bahasa yang non baku, tidak memakai pola
frase verba.
II. Kata setiap sudah menunjukkan jamak tidak perlu kata yang di
depannya diulang.
III. Kata besok tidak perlu, sebab membingungkan.
Kalimat yang benar:
Sudah saya umumkan supaya setiap mahasiswa datang hari Sabtu yang
akan datang.

3.9. Adalah sudah merupakan suatu kenyataan bahwa bahasa Indonesia
adalah bahasa persatuan dan kesatuan resmi negara.
Kalimat di atas salah.
1. Ungkapan adalah sudah merupakan suatu kenyataan bahwa adalah ungkapan mubazir,tanpa ungkapan itu makna sudah jelas pembaca sudah memahaminya.
Kalimat benar adalah:
Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan dan bahasa resmi negara.

3.10. Sebagaimana telah ditetapkan pekerjaan itu biasanya dilakkukan tiga kali
seminggu.
Kalimat diatas adalah salah.
I. Penggunaan kata biasanya tidak perlu, karena makna kata itu sudah tersirat dalam ungkapan sebagaimam telah ditetapkan
II. Penulisan kata se- Minggu non bakau, yang baku adalah seminggu. Kalimat yang benar adalah sebagaimana telah ditetapkan pekerjaan itu dilakukan tiga kali seminggu.


4. KESIMPULAN
1. Bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang dijadikan pokok ajuan, yang dijadikan dasar ukuran atau yang dijadikan standar.

2. Ragam bahasa baku bahasa Indonesia memang sulit untuk dijalankan, atau yang digunakan karena untuk memahaminay dibutuhkan daya nalar yang tinggi.

3. Dengan menggunakan ragam bahasa baku, seseorang akan menaikkan
prestisenya.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal, E. 1985. Cermat Berbahasa Indonesia untuk perguruan tinggi. Jakarta:
Antar Kota.
--------------------. 1983. Inilah Bahasa Indonesia yang Baik Dan Benar. Jakarta: PT
--------------------. 1985. Inilah Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.
--------------------. 1993. Pembukaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Rhineka Cipta.
Badudu, j.s. 1994. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Bhrata Media.
Chaer, abdul. 1989. Tata Bahasa Indonesia. Ende Flores: Nusa Indah.
Keraf, Gorys. 1992. Tanya Jawab Ejaan Bahasa Indonesia Untuk Umum. Jakarat: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1979. Pedoman Umum Ejaan yang
Disempurnakan. Jakarta: Balai Pustaka.

Jumat, 02 Mei 2014

ANALISIS KESALAHAN PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA PADA MEDIA MASSA SURAT KABAR

I.    PENDAHULUAN

I.1.  Latar Belakang
Surat kabar merupakan salah satu media massa yang menggunakan bahasa tulisan sebagai alat utamanya. Peranan surat kabar dalam pembinaan dan pengembangan Bahasa Indonesia sangatlah besar. Bahkan pembentukan dan pemakaian istilah baru serta pemasyarakatannya seringkali banyak dipengaruhi juga oleh surat kabar. Andaikan semua media massa surat kabar menggunakan Bahasa Indonesia baku yaitu bahasa jurnalistik yang memenuhi kaidah Bahasa Indonesia terutama ragam tulis menjadi kenyataan, niscaya media akan berperan sebagai guru bahasa.
Namun, dewasa ini muncul kecenderungan dari media surat kabar untuk bersikap negatif terhadap Bahasa Indonesia. Hal ini terlihat dari aktivitas kebahasaan yang ada. Mereka seakan lebih bangga menggunakan bahasa asing daripada menggunakan Bahasa Indonesia walaupun sebenarnya situasi dan kondisi saat itu tidak memungkinkan. Apabila bahasa yang dipergunakan dalam surat kabar tersebut dikritik dan disalahkan, mereka berkilah bahwa gaya bahasa jurnalistik berbeda dengan kaidah Bahasa Indonesia, walaupun sebenarnya gaya bahasa jurnalistik dalam penggunaan Bahasa Indonesia sangat berbeda konteks. Akibatnya peran surat kabar sebagai salah satu guru Bahasa Indonesia yang baik dan benar bagi masyarakat menjadi sulit terwujud, karena kesalahan-kesalahan yang seharusnya tidak boleh terjadi justru diakomodir pada sejumlah tulisan yang termuat di dalam surat kabar.
Berpijak dari pemikiran tersebut, untuk mengetahui ragam bentuk kesalahan pemakaian Bahasa Indonesia yang seringkali terjadi di media surat kabar, maka Kami mencoba untuk menyusun sebuah makalah yang berjudul : “ANALISA KESALAHAN PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA PADA MEDIA MASSA SURAT KABAR”, dengan objek penelitian adalah dua surat kabar nasional, yaitu Harian Kompas dan Harian Republika. Penulisan ini diharapkan dapat menjadi sebuah referensi yang bermanfaat bagi segenap pihak yang membutuhkannya.

I.2.  Rumusan Masalah :
Bagaimanakah bentuk-bentuk kesalahan penggunaan Bahasa Indonesia yang seringkali terjadi pada media massa surat kabar?

I.3.  Tujuan Penulisan :
Untuk mengetahui bentuk-bentuk kesalahan penggunaan Bahasa Indonesia yang seringkali terjadi pada media massa surat kabar.

I.4.  Manfaat Penulisan :
Pembaca/masyarakat dapat mengetahui bentuk-bentuk kesalahan penggunaan Bahasa Indonesia yang seringkali terjadi pada media massa surat kabar.


II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1.   Media Massa Cetak
Media massa cetak merupakan sumber informasi yang disajikan kepada masyarakat dalam bentuk teks. Menurut Tholson (2006 : 9), terdapat tiga unsur yang harus diperhatikan dalam membuat teks tersebut, diantaranya : interactivity, performativity, dan liveliness. Interactivity berarti penulis teks dituntut untuk memilih kata yang sesuai sehingga terjalin hubungan antara penulis dan pembaca dalam rangka penyempaian makna. Performativity berarti penulisan teks harus memperhatikan penampilan bahasa yang disampaikan, sehingga menarik orang yang membacanya. Liveliness berarti pilihan kata harus dapat menghidupkan suasana yang ditandai adanya respon dari pembaca. Tentunya menyajikan berita dalam bentuk teks memiliki tingkat kerumitan yang lebih tinggi daripada melalui media elektronik. Penulis harus benar-benar lihai dalam memilih kata yang ekspresif, sehingga apa yang disampaikan benar-benar dapat diterima sepenuhnya.
Media massa cetak mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai lembaga yang dapat mempengaruhi publik. Ini memungkinkan media massa cetak memiliki kepribadian ganda. Pertama, memberikan dampak positif kepada publik. Kedua, memberikan dampak negatif. Bahkan, media yang memiliki peranan sebagai alat untuk menyampaikan informasi dipandang sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses perubahan sosial-budaya dan politik.

II.2.   Pengertian Kesalahan Berbahasa
Dalam buku “Common Error in Language Learning”, H.V. George mengemukakan bahwa kesalahan berbahasa adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan yang tidak diinginkan oleh penyusun program dan guru pengajaran bahasa. Bentuk-bentuk tuturan yang tidak diinginkan adalah bentuk-bentuk tuturan yang menyimpang dari kaidah bahasa baku.
S. Piet Corder dalam buku “Introducing Applied Linguistics” mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan kesalahan berbahasa adalah pelanggaran terhadap kode berbahasa. Pelanggaran ini bukan hanya bersifat fisik, melainkan juga merupakan tanda kurang sempurnanya pengetahuan dan penguasaan terhadap kode.
Merujuk pada pemikiran-pemikiran tentang pengertian kesalahan berbahasa di atas, maka dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kesalahan berbahasa Indonesia adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan berbagai unit kebahasaan yang meliputi kata, kalimat, paragraph, yang menyimpang dari sistem kaidah Bahasa Indonesia baku.

III.       PEMBAHASAN
Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa surat kabar merupakan satu sarana informasi yang mempunyai pengaruh besar bagi masyarakat. Sebagai sarana informasi, surat kabar menggunakan ragam bahasa tulis. Dibandingkan dengan ragam bahasa lisan, pemakaian ragam bahasa tulis harus lebih cermat. Kecermatan yang dimaksud meliputi : kaidah tata tulis atau ejaan, kaidah pemilihan kata atau diksi, dan kaidah struktur kalimat. Walaupun diakui bahwa ragam bahasa tulis pada surat kabar memiliki sifat yang khas, yaitu singkat; padat; sederhana; lancar; jelas; dan menarik, namun demikian harus pula mengindahkan kaidah gramatikal Bahasa Indonesia.
Sebagai salah satu media cetak yang paling produktif menggunakan ragam bahasa tulis, sasaran informasi yang disampaikan melalui surat kabar adalah pembaca dari seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, perlu diperhatikan pemakaian Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Baik dalam arti sesuai dengan situasi dan kondisi pemakaiannya, sedangkan benar dalam arti sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang berlaku.
Instruksi untuk menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar pada media massa telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara serta lagu kebangsaan. Secara tegas dinyatakan bahwa Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi di media massa, sebagaimana tertuang di dalam ketentuan pasal 25 ayat (3) dan pasal 39 ayat (1) berikut :
Pasal 25

Ayat (3) Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa.

Pasal 39
Ayat (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi melalui media massa.

Namun demikian adanya Undang-Undang tersebut masih belum cukup signifikan untuk meredam kebebasan dan keterbukaan sebagai gaung dari proses reformasi yang telah berjalan sejak tahun 1998 lalu. Konsep keterbukaan dan kebebasan pers yang bertanggungjawab dalam perjalanannya lebih terkesan berkembang pada kebebasannya saja. Akibatnya kemurnian penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam setiap informasi pada media masa, khususnya surat kabar menjadi sulit terwujud.
Berdasarkan hasil analisa / studi pengamatan Kami pada dua surat kabar terkemuka nasional, yaitu harian Kompas dan Republika setidaknya terdapat tiga kesalahan utama pemakaian Bahasa Indonesia pada sejumlah tulisan dalam surat kabar tersebut, yaitu : (1) Kesalahan penggunaan pemilihan kata (diksi), (2) Penggunaan istilah asing tanpa memperhatikan kaidah penggunaan dan penyerapan unsur asing dalam aturan Bahasa Indonesia, dan (3) Mengutip perkataan narasumber secara imitatif, tanpa diolah terlebih dahulu.
1.    Kesalahan Penggunaan Pemilihan Kata (Diksi)
Kesalahan yang terjadi adalah, pemilihan kata yang digunakan meski terdengar kurang etis, namun dipaksakan muncul sebagai “bumbu” untuk membuat tulisan menjadi lebih menarik dibaca.
Contoh :
…komisi pengganyangan korupsi…(Republika, 15 Maret 2010).
Kata yang dicetak tebal (pengganyangan) terkesan kurang etis, meskipun kata ganyang masuk dalam kosa kata Bahasa Indonesia baku, namun lebih berasosiasi pada hal yang sifatnya kasar atau tidak sopan.
Mungkin yang menjadi pertimbangan oleh penulisnya karena korupsi digolongkan sebagai kejahatan yang bersifat luar biasa, oleh karena itu untuk memberikan suatu penekanan bahwa korupsi harus benar-benar diberantas maka dimunculkanlah kata ganyang. Namun, menurut pendapat Kami kata pengganyangan sebaiknya tidak perlu muncul, mungkin lebih baik jika tetap digunakan kata pemberantasan.
Hal ini tentunya perlu dijadikan pertimbangan, mengingat pembaca surat kabar tidak hanya berasal dari kalangan dewasa saja, namun terbuka bagi semua usia. Akan sangat menyedihkan tentunya apabila kemudian anak-anak sekolah menjadi familiar untuk mengucapkan kata ganyang dalam pergaulan mereka sehari-hari.
2.    Penggunaan Istilah Asing Tanpa Memperhatikan Kaidah Penggunaan Dan Penyerapan Unsur Asing Dalam Aturan Bahasa Indonesia
Istilah asing banyak digunakan tanpa memperhatikan kaidah penggunaan dan penyerapan unsur asing yang diatur dalam gramatikal Bahasa Indonesia.
Contoh :
Perform, budget, website, fair…(Republlika, 15 Maret 2010)
Minister, outside, stateless, forward looking, money politic, voting…(Kompas, 11 Mei 2010).
Penggunaan istilah asing dengan mengadopsi secara langsung hanya diperbolehkan jika istilah tersebut memang sama sekali belum ada padanan katanya dalam Bahasa Indonesia. Adapun adopsi kata secara tidak langsung dilakukan dengan memperhatikan kaidah penyerapan unsur asing yang diatur dalam gramatikal Bahasa Indonesia.
Istilah-istilah seperti perform, budget, website, fair, minister, outside, stateless, forward looking, money politic, dan voting telah memiliki padanan kata dalam Bahasa Indonesia yaitu secara berturut-turut adalah : melakukan, anggaran, situs, adil, menteri, sisiluar, tak berkewarganegaraan, melihat ke depan, politik uang, dan pemungutan suara. Penulisan istilah-istilah asing dalam bentuk aslinya tersebut biasanya lebih ditujukan untuk menampilkan efek agar suatu tulisan dianggap berbobot atau intelek, menarik untuk dibaca, dan dianggap menjual.
3.    Mengutip Perkataan Narasumber Secara Imitatif, Tanpa Diolah Terlebih Dahulu
Hal yang mendasari timbulnya kesalahan ini adalah kembali pada jiwa seorang jurnalis yang selalu tidak ingin kehilangan sedikitpun detail informasi yang ia peroleh dari narasumbernya. Oleh karena itu, biasanya apa yang dikatakan oleh narasumber tanpa dipahami makna bahasanya langsung dikutip secara apa adanya. Namun, hal ini menjadi suatu masalah ketika pengutipan secara langsung ini justru mengakibatkan terjadi kesalahan bahasa pada media surat kabar.

Contoh :
...Untuk menarik minat investor, kata Hidayat, Indonesia sangat membutuhkan dukungan energy dan listrik. “Jangan sampai byar pet, yang merintangi industri,” katanya…(Republika, 15 Maret 2010).
…”Tidak ada politik transaksional, tak ada deal-deal, apapun, apalagi terkait mundurnya Sri Mulyani (Menteri Keuangan)”, katanya…(Kompas, 11 Mei 2010).
Istilah byar pet ataupun deal-deal (keduanya dicetak tebal), tentunya sama sekali tidak dikenal dalam Bahasa Indonesia yang resmi, sebagaimana termuat dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Namun kedua istilah tersebut menjadi lazim dipergunakan mengingat seringkali muncul dalam bahasa lisan yang kemudian terbawa dalam pemberitaan surat kabar. Istilah byar pet sendiri sebenarnya berasal dari Bahasa Jawa yang digunakan untuk menggambarkan kondisi redup atau kondisi menyala dan matinya cahaya (lampu) yang saling bergantian terjadi secara frekuentif. Sedangkan deal-deal sendiri merupakan “parodi (plesetan)” yang merujuk kepada arti kesepakatan-kesepakatan.
Memperhatikan ketiga kesalahan di atas, jelas nampak bahwa munculnya kesalahan-kesalahan pemakaian Bahasa Indonesia dalam media surat kabar bukanlah sesuatu yang bersifat tidak disengaja. Pihak media bukannya tidak mengerti aturan atau tata cara berbahasa Indonesia yang baik dan benar, namun hal ini semata-mata dilakukan sebagai sarana untuk menciptakan daya tarik tulisan, sehingga terdapat motivasi yang kuat bagi pembaca untuk membacanya hingga tuntas. Namun, tentunya hal ini jika tidak ditangani lebih lanjut maka akan merusak tatanan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, mengingat kesalahan-kesalahan tersebut lama-kelamaan akan menjadi sesuatu yang dapat diterima dan akhirnya dianggap sebagai hal yang biasa oleh masyarakat.

IV.KESIMPULAN
1.    Berdasarkan hasil analisa / studi pengamatan pada dua surat kabar terkemuka nasional, yaitu harian Kompas dan Republika setidaknya terdapat tiga kesalahan utama pemakaian Bahasa Indonesia pada sejumlah tulisan dalam surat kabar, yaitu : (1) Kesalahan penggunaan pemilihan kata (diksi), (2) Penggunaan istilah asing tanpa memperhatikan kaidah penggunaan dan penyerapan unsur asing dalam aturan Bahasa Indonesia, dan (3) Mengutip perkataan narasumber secara imitatif, tanpa diolah terlebih dahulu.
2.    Kemunculan kesalahan-kesalahan pemakaian Bahasa Indonesia dalam media surat kabar bukanlah sesuatu yang bersifat tidak disengaja. Pihak media bukannya tidak mengerti aturan atau tata cara berbahasa Indonesia yang baik dan benar, namun hal ini semata-mata dilakukan sebagai sarana untuk menciptakan daya tarik tulisan, sehingga terdapat motivasi yang kuat bagi pembaca untuk membacanya hingga tuntas.


V.   SARAN
Adanya kesalahan-kesalahan pemakaian Bahasa Indonesia dalam media surat kabar harus ditindaklanjuti untuk segera dilakukan pembenahan. Penanganan yang setengah-setengah atau tidak  secara tuntas akan berakibat pada semakin rusaknya tatanan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, mengingat kesalahan-kesalahan tersebut lama-kelamaan akan menjadi sesuatu yang dapat diterima dan akhirnya dianggap sebagai hal yang biasa oleh masyarakat. Oleh karena itu harus ada kontrol yang kuat dari pemerintah, lembaga pers, maupun masyarakat sehingga upaya untuk mewujudkan peran surat kabar sebagai salah satu guru Bahasa Indonesia yang baik dan benar bagi masyarakat akan dapat terwujud.


VI.DAFTAR PUSTAKA
Broto A. S. 1978. Pengajaran Bahasa Indonesia. Bulan Bintang. Jakarta.

Tasai, S. Amran dan E. Zaenal Arifin. 2000. Cermat Berbahasa Indonesia : Untuk Perguruan Tinggi. Akademika Prescindo.

Kesalahan dalam Berbahasa

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Untuk menyampaikan berita (pesan, amanat, ide, dan pikiran) dibutuhkan bahasa yang singkat, jelas, dan padat agar segala sesuatu yang disampaikan mudah di mengerti. Namun, pada kenyataannya sekarang masih banyak pemakai bahasa yang tidak menyadari bahwa bahasa yang digunakan tidak benar atau masih terdapat kesalahan-kesalahan. Kesalahan berbahasa Indonesia masih banyak dijumpai dalam media massa.
Media massa atau Pers adalah suatu istilah yang mulai digunakan pada tahun 1920-an untuk mengistilahkan jenis media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Dalam pembicaraan sehari-hari, istilah ini sering disingkat menjadi media.
Masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah memiliki ketergantungan dan kebutuhan terhadap media massa yang lebih tinggi daripada masyarakat dengan tingkat ekonomi tinggi karena pilihan mereka yang terbatas. Masyarakat dengan tingkat ekonomi lebih tinggi memiliki lebih banyak pilihan dan akses banyak media massa, termasuk bertanya langsung pada sumber atau ahli dibandingkan mengandalkan informasi yang mereka dapat dari media massa tertentu.
Peran media massa sebagai salah satu guru Bahasa Indonesia yang baik dan benar bagi masyarakat menjadi sulit terwujud, karena kesalahan-kesalahan yang seharusnya tidak boleh terjadi. Sasaran informasi yang disampaikan media massa  adalah dari seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, perlu diperhatikan pemakaian Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Baik dalam arti sesuai dengan situasi dan kondisi pemakainya, sedangkan benar dalam arti sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang berlaku.
Oleh karena itu, untuk mengetahui ragam bentuk kesalahan pemakaian Bahasa Indonesia yang seringkali terjadi di media massa, maka saya mencoba untuk menyusun sebuah papper yang berjudul : “KESALAHAN PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA PADA MEDIA MASSA SURAT KABAR”. Penulisan ini diharapkan dapat menjadi sebuah referensi yang bermanfaat bagi segenap pihak yang membutuhkannya.

B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan  latar  belakang  yang  telah  dikemukakan,  penulis  dapat merumuskan  masalah  yang  akan  dibahas  dalam  penelitian  ini.  Masalah tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Bagaimana  kesalahan-kesalahan pemakaian Bahasa Indonesia dalam media massa
2.    Bagaimana cara mengatasi kesalahan-kesalahan pemakaian Bahasa Indonesia dalam media massa?

C.    Tujuan
Penelitian tentang kesalahan-kesalahan pemakaian Bahasa Indonesia dalam media massa ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca. Tujuan penelitian ini adalah
1.        Untuk mengetahui kesalahan-kesalahan pemakaian Bahasa Indonesia dalam media massa
2.         Untuk mengetahui cara mengatasi kesalahan-kesalahan pemakaian Bahasa Indonesia dalam media massa.

D.    Metode
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Penggunaan metode tersebut untuk memperoleh deskripsi secara faktual mengenai hal-hal yang akan diteliti sedang berlangsung pada masa sekarang. Penelitian yang dilakukan semat-mata hanya berdasarkan fakta yang ada atau fenomena yang ada sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perincian seperti potret paparan bagaimana adanya (Sudaryanto 1988b:62).
1.    Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik observasi daan teknik catat atau ream (Mahsunb : 2005). Teknik ini dilakukan untuk memperoleh data secara langsung dari objek penelitian. Pemgantan dilakukan pada koran harian Serambi Indonesia rubrik Kutaraja yang diterbitkan pada  Mei-Juni 2013. Data kesalahan pemakaian diksi yang teramati dicatat atau direkam akan dijadikan korpus data.

2.    Teknik Pengganalisisan Data
Data yang sudah terkumpul atau data terindentifikasi dicatat dalam korpus data. Selanjutnya, data tersebut diklasifikasikan dan dianalisis berdasarkan aspek dan tipe kesalahan. Sesuai dengan karakteristik data yang ingin diperoleh, pengganalisisan data penelitian ini menggunakan teknik kualitatif. Hal ini sesuai dengan karakteristik data yang dideskripsikan (Mahsun 2005). Berkaitan dengan ini, Ellis (dalam Tarigan, 1995:86) mengemukakan bahwa langkah kerja analisis kesalahan berbahasa adalah mengumpulkan data, mengindentifikasikan data, menjelaskan kesalahan, dan menggevaluasikan.

BAB II
LANDASAN TEORI

A.      Pengertian Bahasa
Bahasa merupakan sarana komunikasi manusia yang utama. Agar komunikasi dapat berjalan dengan lancar, para pemakai bahasa harus menggunakan bahasa itu sedemikian rupa sehingga diantara pemakai bahasa terdapat pengertian yang sama. Ada beberapa pendapat mengenai pengertian bahasa, Finocchiaro (1946:8) mendefinisikan bahasa adalah sistem simbol vokal yang memungkinkan semua orang dalam suatu kebudayaan tertentu, atau orang lain yang mempelajari sistem kebudayaan itu, berkomunikasi atau berinteraksi. Sementara itu, Kridalaksana berpendapat bahwa bahasa dalam sistem lambang bunyi yang arbitrar yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidantifikasi diri. Sedangkan dalam KBBI (2003:67), menyebutkan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri, percakapan (perkataan yang baik, sopan santun).

B.       Media Massa
Media massa cetak merupakan sumber informasi yang disajikan kepada masyarakat dalam bentuk teks. Menurut Tholson (2006 : 9), terdapat tiga unsur yang harus diperhatikan dalam membuat teks tersebut, diantaranya : interactivity, performativity, dan liveliness. Interactivity berarti penulis teks dituntut untuk memilih kata yang sesuai sehingga terjalin hubungan antara penulis dan pembaca dalam rangka penyempaian makna. Performativity berarti penulisan teks harus memperhatikan penampilan bahasa yang disampaikan, sehingga menarik orang yang membacanya. Liveliness berarti pilihan kata harus dapat menghidupkan suasana yang ditandai adanya respon dari pembaca. Tentunya menyajikan berita dalam bentuk teks memiliki tingkat kerumitan yang lebih tinggi daripada melalui media elektronik. Penulis harus benar-benar lihai dalam memilih kata yang ekspresif, sehingga apa yang disampaikan benar-benar dapat diterima sepenuhnya. Media massa cetak mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai lembaga yang dapat mempengaruhi publik. Ini memungkinkan media massa cetak memiliki kepribadian ganda. Pertama, memberikan dampak positif kepada publik. Kedua, memberikan dampak negatif. Bahkan, media yang memiliki peranan sebagai alat untuk menyampaikan informasi dipandang sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses perubahan sosial-budaya dan politik.

C.      Pengertian Kesalahan Berbahasa
Dalam buku “Common Error in Language Learning”, H.V. George mengemukakan bahwa kesalahan berbahasa adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan yang tidak diinginkan oleh penyusun program dan guru pengajaran bahasa. Bentuk-bentuk tuturan yang tidak diinginkan adalah bentuk-bentuk tuturan yang menyimpang dari kaidah bahasa baku.
S. Piet Corder dalam buku “Introducing Applied Linguistics” mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan kesalahan berbahasa adalah pelanggaran terhadap kode berbahasa. Pelanggaran ini bukan hanya bersifat fisik, melainkan juga merupakan tanda kurang sempurnanya pengetahuan dan penguasaan terhadap kode.
Merujuk pada pemikiran-pemikiran tentang pengertian kesalahan berbahasa di atas, maka dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kesalahan berbahasa Indonesia adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan berbagai unit kebahasaan yang meliputi kata, kalimat, paragraph, yang menyimpang dari sistem kaidah Bahasa Indonesia baku.




BAB III
PEMBAHASAN

Salah satu sarana informasi yang berpengaruh besar dalam masyarakat adalah surat kabar. Sebagai sarana informasi, surat kabar dalam misinya menggunakan ragam bahasa tulis. Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, surat kabar merupakan salah satu sarana informasi yang mempunyai pengaruh besar bagi masyarakat. Sebagai sarana informasi, surat kabar menggunakan ragam bahasa tulis. Dibandingkan dengan ragam bahasa lisan, pemakaian ragam bahasa tulis harus lebih cermat. Kecermatan yang dimaksud meliputi: kaidah tata tulis atau ejaan, kaidah pemilihan kata atau diksi, dan kaidah struktur kalimat. Walaupun diakui bahwa ragam bahasa tulis pada surat kabar memiliki sifat yang khas, yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, dan menarik, namun demikian harus pula mengindahkan kaidah gramatikal bahasa Indonesia
Sebagai salah satu media cetak yang paling produktif menggunakan ragam bahasa tulis, sasaran informasi yang disampaikan melalui surat kabar adalah pembaca dari seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, perlu diperhatikan pemakaian Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Baik dalam arti sesuai dengan situasi dan kondisi pemakaiannya, sedangkan benar dalam arti sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku.
Instruksi untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar pada media massa telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara serta lagu kebangsaan. Secara tegas dinyatakan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi di media massa, sebagaimana tertuang di dalam ketentuan pasal 25 ayat (3) dan pasal 39 ayat (1) berikut :
Pasal 25
Ayat (3) Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa.
Pasal 39
Ayat (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi melalui media massa.
Namun demikian, adanya Undang-Undang tersebut masih belum cukup signifikan untuk meredam kebebasan dan keterbukaan sebagai gaung dari proses reformasi yang telah berjalan sejak tahun 1998 lalu. Konsep keterbukaan dan kebebasan pers yang bertanggung jawab dalam perjalanannya lebih terkesan berkembang pada kebebasannya saja. Akibatnya kemurnian penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam setiap informasi pada media masa, khususnya surat kabar menjadi sulit terwujud.

A.       Kesalahan-Kesalahan Pada Media Massa
1.        Penggunaan istilah asing tanpa memperhatikan kaidah penggunaan dan penyerapan unsur asing dalam aturan bahasa Indonesia
Masyarakat Indonesia telah terjadi berbagai perubahan terutama yang berkaitan dengan tatanan baru kehidupan dunia dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi, khususnya teknologi informasi, yang semakin sarat dengan tuntutan dan tantangan globalisasi. Kondisi itu telah menempatkan bahasa asing, terutama bahasa Inggris, pada posisi yang strategis yang memungkinkan bahasa itu memasuki berbagai sendi kehidupan bangsa dan mempengaruhi perkembangan bahasa Indonesia. Kondisi itu telah membawa perubahan perilaku masyarakat Indonesia dalam bertindak dan berbahasa. Gejala munculnya penggunaan bahasa asing di pertemuan-pertemuan resmi, di media elektronik, dan di tempat-tempat umum menunjukkan perubahan perilaku masyarakat tersebut. Seperti halnya pada surat kabar. Dalam kedua surat kabar ini terdapat beberapa kata asing yang digunakan. Namun kata asing tersebut digunakan tanpa memperhatikan kaidah penggunaan dan penyerapan unsur asing yang diatur dalam gramatikal Bahasa Indonesia.
Contoh kutipan pada harian Kompas, 27 september 2011:
·         Sebelum disetujui lewat voting anggota klub ...
·         Hal yang melecut spirit juang tim berjuluk “FC Hollywood” itu tak lain karena ...
·         kemenangan di kandang lawan yang bakal didukung suporter setempat.
·         Itulah yang memantik kemarahan sebagai fans Barcelona.
Contoh kutipan pada harian Suara Merdeka, 27 september 2011(Gambar 1.6 ):
·         Setelah itu, wasit memutuskan adu penalti sudden death.
Contoh kutipan pada harian Suara Merdeka, 28 september 2011(Gambar 1.4):
·         Menurut Ketua Umum JGC, HMP Simatupang, kategori profesional memperebutkan hadiah uang , sedangkan amatir mengejar gelar lowest.
2.    Kesalahan tanda baca
Pemakaian tanda baca dalam ejaan bahasa Indonesa, yang tercantum dalam buku Ejaan Yang Disempurnakan, mencakup pengaturan (1) tanda titik, (2) tanda koma, (3) tanda titik koma, (4) tanda titik dua, (5) tanda hubung, (6) tanda pisah, (7) tanda elipsis, (8) tanda tanya, (9) tanda seru, (10) tanda kurung, (11) tanda kurung siku, (12) tanda petik, (13) tanda petik tunggal, (14) tanda ulang, (15) tanda garis miring, dan (16) apostrof.
Kesalahan penggunaan tanda baca pada harian Suara Merdeka, 28 september 2011:
·           Lindu Aji M Chanif (Gambar 1.2)
·           Iman Fadhilah SHI MSi (Gambar 1.5)
·           Pdt Drs Daniel Agus Harianto (Gambar 1.5)
·           Ws Tikgianto Ds (Gambar 1.5)
·           Dr Robertus Suraji MA (Gambar 1.5)
·           Jl Wiryaatmaja No 28 Purwokerto (Gambar 1.3  Dr Hibnu Nugroho SH MH   (Gambar     1.3)
3.      Kesalahan penulisan partikel
Contoh kutipan pada harian Suara Merdeka, 28 september 2011(Gambar 1.1 ):
·           Hal yang juga membuat pengemudi tidak konsentrasi adalah berkomunikasi dengan HP, walau memakai headset sekali pun.
4.      Kesalahan penulisan angka
Contoh kutipan pada harian Suara Merdeka, 28 september 2011(Gambar 1.3 ):
·           Yang hadir pihak penggugat dan turut tergugat 3 Pemkab Banyumas.

B. Analisis Kesalahan
1.        Penggunaan istilah asing tanpa memperhatikan kaidah penggunaan dan penyerapan unsur asing dalam aturan bahasa Indonesia
Contoh kutipan pada harian Kompas:
·           Sebelum disetujui lewat pemungutan suara anggota klub ...
·           Hal yang melecut semangat juang tim berjuluk “FC Hollywood” itu tak lain karena ...
·           ....kemenangan di kandang lawan yang bakal didukung pendukung setempat.
·           Itulah yang memantik kemarahan sebagai penggemar Barcelona.
Contoh kutipan pada harian Suara Merdeka, 27 september 2011(gambar 1.6 ):
·           Setelah itu, wasit memutuskan adu penalti  kekalahan pertama.
Contoh kutipan pada harian Suara Merdeka, 28 september 2011(Gambar1.4 ):
·           Menurut Ketua Umum JGC, HMP Simatupang, kategori profesional memperebutkan hadiah uang , sedangkan amatir mengejar gelar terendah.
2.        Kesalahan tanda baca
Analisis kesalahan penggunaan tanda baca pada harian Suara Merdeka, 28 september 2011:
·           Lindu Aji M. Chanif (Gambar 1.2)
Kesalahan penulisan singkatan Lindu Aji M Chanif  merupakan kesalahan penulisan singkatan nama orang. Seharusnya penulisan singkatan M diikuti tanda titik. Hal ini sesuai dengan peraturan pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, bahwa penulisan singkatan nama orang diikuti dengan tanda titik.
·           Iman Fadhilah, S.HI, M.Si. (Gambar 1.5)
Kesalahan penulisan singkatan Iman Fadhilah SHI MSi  merupakan kesalahan penulisan singkatan nama gelar.
·           Pdt. Drs. Daniel Agus Harianto (Gambar 1.5)
Kesalahan penulisan singkatan Pdt Drs Daniel Agus Harianto  merupakan kesalahan penulisan singkatan nama gelar.
·           WS. Tikgianto D.S. (Gambar 1.5)
Kesalahan penulisan singkatan Ws Tikgianto Ds  merupakan kesalahan penulisan singkatan nama gelar.
·           Dr. Robertus Suraji, M.A. (Gambar 1.5)
Kesalahan penulisan singkatan Dr Robertus Suraji MA  merupakan kesalahan penulisan singkatan nama gelar.
·           Jln. Wiryaatmaja No. 28 Purwokerto (Gambar 1.3)
Kesalahan penulisan singkatan Jl Saranani No. 75 Kendari merupakan kesalahan penulisan singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf. Seharusnya singkatan jalan ditulis tiga huruf dan diikuti tanda titik. Hal ini sesuai dengan peraturan pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, bahwa penulisan singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.
·           Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.H. (Gambar 1.3)
Kesalahan penulisan singkatan Dr Hibnu Nugroho SH MH  merupakan kesalahan penulisan singkatan nama gelar.
3.      Kesalahan Penulisan Partikel
Contoh kutipan pada harian Suara Merdeka, 28 september 2011(Gambar 1.1 ) seharusnya:
·           Hal yang juga membuat pengemudi tidak konsentrasi adalah berkomunikasi dengan HP, walau memakai headset sekalipun.
4.      Kesalahan Penulisan Lambang Bilangan
Contoh kutipan pada harian Suara Merdeka, 28 september 2011(Gambar 1.3) seharusnya:
·           Yang hadir pihak penggugat dan turut tergugat tiga Pemkab Banyumas.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A.      Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis/studi pengamatan setidaknya terdapat tiga kesalahan utama pemakaian Bahasa Indonesia pada sejumlah tulisan dalam surat kabar, yaitu : (1) Penggunaan istilah asing tanpa memperhatikan kaidah penggunaan dan penyerapan unsur asing dalam aturan Bahasa Indonesia, (2) Kesalahan tanda baca, (3) Kesalahan penulisan partikel,dan (4) kesalahan penggunaan lambang bilangan.
Kemunculan kesalahan-kesalahan pemakaian Bahasa Indonesia dalam media surat kabar bukanlah sesuatu yang bersifat tidak disengaja. Pihak media bukannya tidak mengerti aturan atau tata cara berbahasa Indonesia yang baik dan benar, namun hal ini semata-mata dilakukan sebagai sarana untuk menciptakan daya tarik tulisan, sehingga terdapat motivasi yang kuat bagi pembaca untuk membacanya hingga tuntas. Keterbatasan kolom dalam media surat kabar juga bisa dijadikan alasan pihak media massa melakukan hal seperti itu.

B.       Saran
Kesalahan-kesalahan pemakaian Bahasa Indonesia dalam media surat kabar harus ditindaklanjuti untuk segera dilakukan pembenahan. Penanganan yang setengah-setengah atau tidak secara tuntas akan berakibat pada semakin rusaknya tatanan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, mengingat kesalahan-kesalahan tersebut lama-kelamaan akan menjadi sesuatu yang dapat diterima dan akhirnya dianggap sebagai hal yang biasa oleh masyarakat. Oleh karena itu harus ada kontrol yang kuat dari pemerintah, lembaga pers, maupun masyarakat sehingga upaya untuk mewujudkan peran surat kabar sebagai salah satu guru Bahasa Indonesia yang baik dan benar bagi masyarakat akan dapat terwujud.
Editor hendaknya lebih teliti untuk melihat pengunaan Bahasa Indonesia dalam media massa, baik itu dalam kesalahan morfolofis (tata bentuk kata), sintaksis (tata kalimat), kesalahan penyerapan, kesalahan ejaan, maupun kesalahan penggunaan tanda baca.

DAFTAR PUSTAKA

Anshori, S Dadang. Hegemoni dan Dominasi Bahasa Pejabat dalam Media Massa Pasca Orde Baru: Analisis Wacana Kritis tentang Idiom Politik di Indonesia.
Anshori, S Dadang. Tindak Tutur Ilokusi Politisi DPR .
Bharata, RM, dkk. 1993. Kamus Lengkap 3.500.000. Surabaya: Karya Ilmu.
Damaianti, Vismaia S, dan Sitaresmi Nunung. 2005. Sintaksis Bahasa Indonesia. Bandung: Pusat studi Literasi.
Halim, Amran. 1984. Politik Bahasa Nasional 1. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Sugono, Dendy. 2009. Buku Praktis Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Pusat Bahasa.
Tim Penyusun. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan.
________. 2008. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung: Yrama Widya
http://sketsa-kune.blogspot.com/2012/06/analisis-kesalahan-singkatan-dan.html