Jumat, 02 Mei 2014

ANALISIS KESALAHAN PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA PADA MEDIA MASSA SURAT KABAR

I.    PENDAHULUAN

I.1.  Latar Belakang
Surat kabar merupakan salah satu media massa yang menggunakan bahasa tulisan sebagai alat utamanya. Peranan surat kabar dalam pembinaan dan pengembangan Bahasa Indonesia sangatlah besar. Bahkan pembentukan dan pemakaian istilah baru serta pemasyarakatannya seringkali banyak dipengaruhi juga oleh surat kabar. Andaikan semua media massa surat kabar menggunakan Bahasa Indonesia baku yaitu bahasa jurnalistik yang memenuhi kaidah Bahasa Indonesia terutama ragam tulis menjadi kenyataan, niscaya media akan berperan sebagai guru bahasa.
Namun, dewasa ini muncul kecenderungan dari media surat kabar untuk bersikap negatif terhadap Bahasa Indonesia. Hal ini terlihat dari aktivitas kebahasaan yang ada. Mereka seakan lebih bangga menggunakan bahasa asing daripada menggunakan Bahasa Indonesia walaupun sebenarnya situasi dan kondisi saat itu tidak memungkinkan. Apabila bahasa yang dipergunakan dalam surat kabar tersebut dikritik dan disalahkan, mereka berkilah bahwa gaya bahasa jurnalistik berbeda dengan kaidah Bahasa Indonesia, walaupun sebenarnya gaya bahasa jurnalistik dalam penggunaan Bahasa Indonesia sangat berbeda konteks. Akibatnya peran surat kabar sebagai salah satu guru Bahasa Indonesia yang baik dan benar bagi masyarakat menjadi sulit terwujud, karena kesalahan-kesalahan yang seharusnya tidak boleh terjadi justru diakomodir pada sejumlah tulisan yang termuat di dalam surat kabar.
Berpijak dari pemikiran tersebut, untuk mengetahui ragam bentuk kesalahan pemakaian Bahasa Indonesia yang seringkali terjadi di media surat kabar, maka Kami mencoba untuk menyusun sebuah makalah yang berjudul : “ANALISA KESALAHAN PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA PADA MEDIA MASSA SURAT KABAR”, dengan objek penelitian adalah dua surat kabar nasional, yaitu Harian Kompas dan Harian Republika. Penulisan ini diharapkan dapat menjadi sebuah referensi yang bermanfaat bagi segenap pihak yang membutuhkannya.

I.2.  Rumusan Masalah :
Bagaimanakah bentuk-bentuk kesalahan penggunaan Bahasa Indonesia yang seringkali terjadi pada media massa surat kabar?

I.3.  Tujuan Penulisan :
Untuk mengetahui bentuk-bentuk kesalahan penggunaan Bahasa Indonesia yang seringkali terjadi pada media massa surat kabar.

I.4.  Manfaat Penulisan :
Pembaca/masyarakat dapat mengetahui bentuk-bentuk kesalahan penggunaan Bahasa Indonesia yang seringkali terjadi pada media massa surat kabar.


II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1.   Media Massa Cetak
Media massa cetak merupakan sumber informasi yang disajikan kepada masyarakat dalam bentuk teks. Menurut Tholson (2006 : 9), terdapat tiga unsur yang harus diperhatikan dalam membuat teks tersebut, diantaranya : interactivity, performativity, dan liveliness. Interactivity berarti penulis teks dituntut untuk memilih kata yang sesuai sehingga terjalin hubungan antara penulis dan pembaca dalam rangka penyempaian makna. Performativity berarti penulisan teks harus memperhatikan penampilan bahasa yang disampaikan, sehingga menarik orang yang membacanya. Liveliness berarti pilihan kata harus dapat menghidupkan suasana yang ditandai adanya respon dari pembaca. Tentunya menyajikan berita dalam bentuk teks memiliki tingkat kerumitan yang lebih tinggi daripada melalui media elektronik. Penulis harus benar-benar lihai dalam memilih kata yang ekspresif, sehingga apa yang disampaikan benar-benar dapat diterima sepenuhnya.
Media massa cetak mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai lembaga yang dapat mempengaruhi publik. Ini memungkinkan media massa cetak memiliki kepribadian ganda. Pertama, memberikan dampak positif kepada publik. Kedua, memberikan dampak negatif. Bahkan, media yang memiliki peranan sebagai alat untuk menyampaikan informasi dipandang sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses perubahan sosial-budaya dan politik.

II.2.   Pengertian Kesalahan Berbahasa
Dalam buku “Common Error in Language Learning”, H.V. George mengemukakan bahwa kesalahan berbahasa adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan yang tidak diinginkan oleh penyusun program dan guru pengajaran bahasa. Bentuk-bentuk tuturan yang tidak diinginkan adalah bentuk-bentuk tuturan yang menyimpang dari kaidah bahasa baku.
S. Piet Corder dalam buku “Introducing Applied Linguistics” mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan kesalahan berbahasa adalah pelanggaran terhadap kode berbahasa. Pelanggaran ini bukan hanya bersifat fisik, melainkan juga merupakan tanda kurang sempurnanya pengetahuan dan penguasaan terhadap kode.
Merujuk pada pemikiran-pemikiran tentang pengertian kesalahan berbahasa di atas, maka dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kesalahan berbahasa Indonesia adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan berbagai unit kebahasaan yang meliputi kata, kalimat, paragraph, yang menyimpang dari sistem kaidah Bahasa Indonesia baku.

III.       PEMBAHASAN
Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa surat kabar merupakan satu sarana informasi yang mempunyai pengaruh besar bagi masyarakat. Sebagai sarana informasi, surat kabar menggunakan ragam bahasa tulis. Dibandingkan dengan ragam bahasa lisan, pemakaian ragam bahasa tulis harus lebih cermat. Kecermatan yang dimaksud meliputi : kaidah tata tulis atau ejaan, kaidah pemilihan kata atau diksi, dan kaidah struktur kalimat. Walaupun diakui bahwa ragam bahasa tulis pada surat kabar memiliki sifat yang khas, yaitu singkat; padat; sederhana; lancar; jelas; dan menarik, namun demikian harus pula mengindahkan kaidah gramatikal Bahasa Indonesia.
Sebagai salah satu media cetak yang paling produktif menggunakan ragam bahasa tulis, sasaran informasi yang disampaikan melalui surat kabar adalah pembaca dari seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, perlu diperhatikan pemakaian Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Baik dalam arti sesuai dengan situasi dan kondisi pemakaiannya, sedangkan benar dalam arti sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang berlaku.
Instruksi untuk menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar pada media massa telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara serta lagu kebangsaan. Secara tegas dinyatakan bahwa Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi di media massa, sebagaimana tertuang di dalam ketentuan pasal 25 ayat (3) dan pasal 39 ayat (1) berikut :
Pasal 25

Ayat (3) Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa.

Pasal 39
Ayat (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi melalui media massa.

Namun demikian adanya Undang-Undang tersebut masih belum cukup signifikan untuk meredam kebebasan dan keterbukaan sebagai gaung dari proses reformasi yang telah berjalan sejak tahun 1998 lalu. Konsep keterbukaan dan kebebasan pers yang bertanggungjawab dalam perjalanannya lebih terkesan berkembang pada kebebasannya saja. Akibatnya kemurnian penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam setiap informasi pada media masa, khususnya surat kabar menjadi sulit terwujud.
Berdasarkan hasil analisa / studi pengamatan Kami pada dua surat kabar terkemuka nasional, yaitu harian Kompas dan Republika setidaknya terdapat tiga kesalahan utama pemakaian Bahasa Indonesia pada sejumlah tulisan dalam surat kabar tersebut, yaitu : (1) Kesalahan penggunaan pemilihan kata (diksi), (2) Penggunaan istilah asing tanpa memperhatikan kaidah penggunaan dan penyerapan unsur asing dalam aturan Bahasa Indonesia, dan (3) Mengutip perkataan narasumber secara imitatif, tanpa diolah terlebih dahulu.
1.    Kesalahan Penggunaan Pemilihan Kata (Diksi)
Kesalahan yang terjadi adalah, pemilihan kata yang digunakan meski terdengar kurang etis, namun dipaksakan muncul sebagai “bumbu” untuk membuat tulisan menjadi lebih menarik dibaca.
Contoh :
…komisi pengganyangan korupsi…(Republika, 15 Maret 2010).
Kata yang dicetak tebal (pengganyangan) terkesan kurang etis, meskipun kata ganyang masuk dalam kosa kata Bahasa Indonesia baku, namun lebih berasosiasi pada hal yang sifatnya kasar atau tidak sopan.
Mungkin yang menjadi pertimbangan oleh penulisnya karena korupsi digolongkan sebagai kejahatan yang bersifat luar biasa, oleh karena itu untuk memberikan suatu penekanan bahwa korupsi harus benar-benar diberantas maka dimunculkanlah kata ganyang. Namun, menurut pendapat Kami kata pengganyangan sebaiknya tidak perlu muncul, mungkin lebih baik jika tetap digunakan kata pemberantasan.
Hal ini tentunya perlu dijadikan pertimbangan, mengingat pembaca surat kabar tidak hanya berasal dari kalangan dewasa saja, namun terbuka bagi semua usia. Akan sangat menyedihkan tentunya apabila kemudian anak-anak sekolah menjadi familiar untuk mengucapkan kata ganyang dalam pergaulan mereka sehari-hari.
2.    Penggunaan Istilah Asing Tanpa Memperhatikan Kaidah Penggunaan Dan Penyerapan Unsur Asing Dalam Aturan Bahasa Indonesia
Istilah asing banyak digunakan tanpa memperhatikan kaidah penggunaan dan penyerapan unsur asing yang diatur dalam gramatikal Bahasa Indonesia.
Contoh :
Perform, budget, website, fair…(Republlika, 15 Maret 2010)
Minister, outside, stateless, forward looking, money politic, voting…(Kompas, 11 Mei 2010).
Penggunaan istilah asing dengan mengadopsi secara langsung hanya diperbolehkan jika istilah tersebut memang sama sekali belum ada padanan katanya dalam Bahasa Indonesia. Adapun adopsi kata secara tidak langsung dilakukan dengan memperhatikan kaidah penyerapan unsur asing yang diatur dalam gramatikal Bahasa Indonesia.
Istilah-istilah seperti perform, budget, website, fair, minister, outside, stateless, forward looking, money politic, dan voting telah memiliki padanan kata dalam Bahasa Indonesia yaitu secara berturut-turut adalah : melakukan, anggaran, situs, adil, menteri, sisiluar, tak berkewarganegaraan, melihat ke depan, politik uang, dan pemungutan suara. Penulisan istilah-istilah asing dalam bentuk aslinya tersebut biasanya lebih ditujukan untuk menampilkan efek agar suatu tulisan dianggap berbobot atau intelek, menarik untuk dibaca, dan dianggap menjual.
3.    Mengutip Perkataan Narasumber Secara Imitatif, Tanpa Diolah Terlebih Dahulu
Hal yang mendasari timbulnya kesalahan ini adalah kembali pada jiwa seorang jurnalis yang selalu tidak ingin kehilangan sedikitpun detail informasi yang ia peroleh dari narasumbernya. Oleh karena itu, biasanya apa yang dikatakan oleh narasumber tanpa dipahami makna bahasanya langsung dikutip secara apa adanya. Namun, hal ini menjadi suatu masalah ketika pengutipan secara langsung ini justru mengakibatkan terjadi kesalahan bahasa pada media surat kabar.

Contoh :
...Untuk menarik minat investor, kata Hidayat, Indonesia sangat membutuhkan dukungan energy dan listrik. “Jangan sampai byar pet, yang merintangi industri,” katanya…(Republika, 15 Maret 2010).
…”Tidak ada politik transaksional, tak ada deal-deal, apapun, apalagi terkait mundurnya Sri Mulyani (Menteri Keuangan)”, katanya…(Kompas, 11 Mei 2010).
Istilah byar pet ataupun deal-deal (keduanya dicetak tebal), tentunya sama sekali tidak dikenal dalam Bahasa Indonesia yang resmi, sebagaimana termuat dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Namun kedua istilah tersebut menjadi lazim dipergunakan mengingat seringkali muncul dalam bahasa lisan yang kemudian terbawa dalam pemberitaan surat kabar. Istilah byar pet sendiri sebenarnya berasal dari Bahasa Jawa yang digunakan untuk menggambarkan kondisi redup atau kondisi menyala dan matinya cahaya (lampu) yang saling bergantian terjadi secara frekuentif. Sedangkan deal-deal sendiri merupakan “parodi (plesetan)” yang merujuk kepada arti kesepakatan-kesepakatan.
Memperhatikan ketiga kesalahan di atas, jelas nampak bahwa munculnya kesalahan-kesalahan pemakaian Bahasa Indonesia dalam media surat kabar bukanlah sesuatu yang bersifat tidak disengaja. Pihak media bukannya tidak mengerti aturan atau tata cara berbahasa Indonesia yang baik dan benar, namun hal ini semata-mata dilakukan sebagai sarana untuk menciptakan daya tarik tulisan, sehingga terdapat motivasi yang kuat bagi pembaca untuk membacanya hingga tuntas. Namun, tentunya hal ini jika tidak ditangani lebih lanjut maka akan merusak tatanan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, mengingat kesalahan-kesalahan tersebut lama-kelamaan akan menjadi sesuatu yang dapat diterima dan akhirnya dianggap sebagai hal yang biasa oleh masyarakat.

IV.KESIMPULAN
1.    Berdasarkan hasil analisa / studi pengamatan pada dua surat kabar terkemuka nasional, yaitu harian Kompas dan Republika setidaknya terdapat tiga kesalahan utama pemakaian Bahasa Indonesia pada sejumlah tulisan dalam surat kabar, yaitu : (1) Kesalahan penggunaan pemilihan kata (diksi), (2) Penggunaan istilah asing tanpa memperhatikan kaidah penggunaan dan penyerapan unsur asing dalam aturan Bahasa Indonesia, dan (3) Mengutip perkataan narasumber secara imitatif, tanpa diolah terlebih dahulu.
2.    Kemunculan kesalahan-kesalahan pemakaian Bahasa Indonesia dalam media surat kabar bukanlah sesuatu yang bersifat tidak disengaja. Pihak media bukannya tidak mengerti aturan atau tata cara berbahasa Indonesia yang baik dan benar, namun hal ini semata-mata dilakukan sebagai sarana untuk menciptakan daya tarik tulisan, sehingga terdapat motivasi yang kuat bagi pembaca untuk membacanya hingga tuntas.


V.   SARAN
Adanya kesalahan-kesalahan pemakaian Bahasa Indonesia dalam media surat kabar harus ditindaklanjuti untuk segera dilakukan pembenahan. Penanganan yang setengah-setengah atau tidak  secara tuntas akan berakibat pada semakin rusaknya tatanan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, mengingat kesalahan-kesalahan tersebut lama-kelamaan akan menjadi sesuatu yang dapat diterima dan akhirnya dianggap sebagai hal yang biasa oleh masyarakat. Oleh karena itu harus ada kontrol yang kuat dari pemerintah, lembaga pers, maupun masyarakat sehingga upaya untuk mewujudkan peran surat kabar sebagai salah satu guru Bahasa Indonesia yang baik dan benar bagi masyarakat akan dapat terwujud.


VI.DAFTAR PUSTAKA
Broto A. S. 1978. Pengajaran Bahasa Indonesia. Bulan Bintang. Jakarta.

Tasai, S. Amran dan E. Zaenal Arifin. 2000. Cermat Berbahasa Indonesia : Untuk Perguruan Tinggi. Akademika Prescindo.