I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Surat kabar merupakan salah satu media massa yang
menggunakan bahasa tulisan sebagai alat utamanya. Peranan surat kabar dalam
pembinaan dan pengembangan Bahasa Indonesia sangatlah besar. Bahkan pembentukan
dan pemakaian istilah baru serta pemasyarakatannya seringkali banyak
dipengaruhi juga oleh surat kabar. Andaikan semua media massa surat kabar
menggunakan Bahasa Indonesia baku yaitu bahasa jurnalistik yang memenuhi kaidah
Bahasa Indonesia terutama ragam tulis menjadi kenyataan, niscaya media akan
berperan sebagai guru bahasa.
Namun, dewasa ini muncul kecenderungan dari media surat
kabar untuk bersikap negatif terhadap Bahasa Indonesia. Hal ini terlihat dari
aktivitas kebahasaan yang ada. Mereka seakan lebih bangga menggunakan bahasa
asing daripada menggunakan Bahasa Indonesia walaupun sebenarnya situasi dan
kondisi saat itu tidak memungkinkan. Apabila bahasa yang dipergunakan dalam
surat kabar tersebut dikritik dan disalahkan, mereka berkilah bahwa gaya bahasa
jurnalistik berbeda dengan kaidah Bahasa Indonesia, walaupun sebenarnya gaya
bahasa jurnalistik dalam penggunaan Bahasa Indonesia sangat berbeda konteks.
Akibatnya peran surat kabar sebagai salah satu guru Bahasa Indonesia yang baik
dan benar bagi masyarakat menjadi sulit terwujud, karena kesalahan-kesalahan
yang seharusnya tidak boleh terjadi justru diakomodir pada sejumlah tulisan
yang termuat di dalam surat kabar.
Berpijak dari pemikiran tersebut, untuk mengetahui ragam
bentuk kesalahan pemakaian Bahasa Indonesia yang seringkali terjadi di media
surat kabar, maka Kami mencoba untuk menyusun sebuah makalah yang berjudul :
“ANALISA KESALAHAN PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA PADA MEDIA MASSA SURAT KABAR”,
dengan objek penelitian adalah dua surat kabar nasional, yaitu Harian Kompas
dan Harian Republika. Penulisan ini diharapkan dapat menjadi sebuah referensi
yang bermanfaat bagi segenap pihak yang membutuhkannya.
I.2. Rumusan Masalah
:
Bagaimanakah bentuk-bentuk kesalahan penggunaan Bahasa
Indonesia yang seringkali terjadi pada media massa surat kabar?
I.3. Tujuan Penulisan
:
Untuk mengetahui bentuk-bentuk kesalahan penggunaan Bahasa
Indonesia yang seringkali terjadi pada media massa surat kabar.
I.4. Manfaat
Penulisan :
Pembaca/masyarakat dapat mengetahui bentuk-bentuk kesalahan
penggunaan Bahasa Indonesia yang seringkali terjadi pada media massa surat
kabar.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Media Massa
Cetak
Media massa cetak merupakan sumber informasi yang disajikan
kepada masyarakat dalam bentuk teks. Menurut Tholson (2006 : 9), terdapat tiga
unsur yang harus diperhatikan dalam membuat teks tersebut, diantaranya :
interactivity, performativity, dan liveliness. Interactivity berarti penulis
teks dituntut untuk memilih kata yang sesuai sehingga terjalin hubungan antara
penulis dan pembaca dalam rangka penyempaian makna. Performativity berarti
penulisan teks harus memperhatikan penampilan bahasa yang disampaikan, sehingga
menarik orang yang membacanya. Liveliness berarti pilihan kata harus dapat
menghidupkan suasana yang ditandai adanya respon dari pembaca. Tentunya
menyajikan berita dalam bentuk teks memiliki tingkat kerumitan yang lebih
tinggi daripada melalui media elektronik. Penulis harus benar-benar lihai dalam
memilih kata yang ekspresif, sehingga apa yang disampaikan benar-benar dapat
diterima sepenuhnya.
Media massa cetak mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai
lembaga yang dapat mempengaruhi publik. Ini memungkinkan media massa cetak
memiliki kepribadian ganda. Pertama, memberikan dampak positif kepada publik.
Kedua, memberikan dampak negatif. Bahkan, media yang memiliki peranan sebagai
alat untuk menyampaikan informasi dipandang sebagai faktor yang paling
menentukan dalam proses perubahan sosial-budaya dan politik.
II.2. Pengertian
Kesalahan Berbahasa
Dalam buku “Common Error in Language Learning”, H.V. George
mengemukakan bahwa kesalahan berbahasa adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan
yang tidak diinginkan oleh penyusun program dan guru pengajaran bahasa.
Bentuk-bentuk tuturan yang tidak diinginkan adalah bentuk-bentuk tuturan yang
menyimpang dari kaidah bahasa baku.
S. Piet Corder dalam buku “Introducing Applied Linguistics”
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan kesalahan berbahasa adalah pelanggaran
terhadap kode berbahasa. Pelanggaran ini bukan hanya bersifat fisik, melainkan
juga merupakan tanda kurang sempurnanya pengetahuan dan penguasaan terhadap
kode.
Merujuk pada pemikiran-pemikiran tentang pengertian
kesalahan berbahasa di atas, maka dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan
kesalahan berbahasa Indonesia adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan berbagai
unit kebahasaan yang meliputi kata, kalimat, paragraph, yang menyimpang dari
sistem kaidah Bahasa Indonesia baku.
III. PEMBAHASAN
Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa surat
kabar merupakan satu sarana informasi yang mempunyai pengaruh besar bagi
masyarakat. Sebagai sarana informasi, surat kabar menggunakan ragam bahasa
tulis. Dibandingkan dengan ragam bahasa lisan, pemakaian ragam bahasa tulis
harus lebih cermat. Kecermatan yang dimaksud meliputi : kaidah tata tulis atau
ejaan, kaidah pemilihan kata atau diksi, dan kaidah struktur kalimat. Walaupun
diakui bahwa ragam bahasa tulis pada surat kabar memiliki sifat yang khas,
yaitu singkat; padat; sederhana; lancar; jelas; dan menarik, namun demikian
harus pula mengindahkan kaidah gramatikal Bahasa Indonesia.
Sebagai salah satu media cetak yang paling produktif
menggunakan ragam bahasa tulis, sasaran informasi yang disampaikan melalui
surat kabar adalah pembaca dari seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu,
perlu diperhatikan pemakaian Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Baik dalam
arti sesuai dengan situasi dan kondisi pemakaiannya, sedangkan benar dalam arti
sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang berlaku.
Instruksi untuk menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan
benar pada media massa telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009
tentang bendera, bahasa, dan lambang negara serta lagu kebangsaan. Secara tegas
dinyatakan bahwa Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi di media
massa, sebagaimana tertuang di dalam ketentuan pasal 25 ayat (3) dan pasal 39 ayat
(1) berikut :
Pasal 25
Ayat (3) Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan,
pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan
nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa.
Pasal 39
Ayat (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi
melalui media massa.
Namun demikian adanya Undang-Undang tersebut masih belum
cukup signifikan untuk meredam kebebasan dan keterbukaan sebagai gaung dari
proses reformasi yang telah berjalan sejak tahun 1998 lalu. Konsep keterbukaan
dan kebebasan pers yang bertanggungjawab dalam perjalanannya lebih terkesan
berkembang pada kebebasannya saja. Akibatnya kemurnian penggunaan Bahasa
Indonesia yang baik dan benar dalam setiap informasi pada media masa, khususnya
surat kabar menjadi sulit terwujud.
Berdasarkan hasil analisa / studi pengamatan Kami pada dua
surat kabar terkemuka nasional, yaitu harian Kompas dan Republika setidaknya
terdapat tiga kesalahan utama pemakaian Bahasa Indonesia pada sejumlah tulisan
dalam surat kabar tersebut, yaitu : (1) Kesalahan penggunaan pemilihan kata
(diksi), (2) Penggunaan istilah asing tanpa memperhatikan kaidah penggunaan dan
penyerapan unsur asing dalam aturan Bahasa Indonesia, dan (3) Mengutip
perkataan narasumber secara imitatif, tanpa diolah terlebih dahulu.
1. Kesalahan
Penggunaan Pemilihan Kata (Diksi)
Kesalahan yang terjadi adalah, pemilihan kata yang digunakan
meski terdengar kurang etis, namun dipaksakan muncul sebagai “bumbu” untuk
membuat tulisan menjadi lebih menarik dibaca.
Contoh :
…komisi pengganyangan korupsi…(Republika, 15 Maret 2010).
Kata yang dicetak tebal (pengganyangan) terkesan kurang
etis, meskipun kata ganyang masuk dalam kosa kata Bahasa Indonesia baku, namun
lebih berasosiasi pada hal yang sifatnya kasar atau tidak sopan.
Mungkin yang menjadi pertimbangan oleh penulisnya karena
korupsi digolongkan sebagai kejahatan yang bersifat luar biasa, oleh karena itu
untuk memberikan suatu penekanan bahwa korupsi harus benar-benar diberantas
maka dimunculkanlah kata ganyang. Namun, menurut pendapat Kami kata
pengganyangan sebaiknya tidak perlu muncul, mungkin lebih baik jika tetap
digunakan kata pemberantasan.
Hal ini tentunya perlu dijadikan pertimbangan, mengingat
pembaca surat kabar tidak hanya berasal dari kalangan dewasa saja, namun
terbuka bagi semua usia. Akan sangat menyedihkan tentunya apabila kemudian
anak-anak sekolah menjadi familiar untuk mengucapkan kata ganyang dalam
pergaulan mereka sehari-hari.
2. Penggunaan
Istilah Asing Tanpa Memperhatikan Kaidah Penggunaan Dan Penyerapan Unsur Asing
Dalam Aturan Bahasa Indonesia
Istilah asing banyak digunakan tanpa memperhatikan kaidah
penggunaan dan penyerapan unsur asing yang diatur dalam gramatikal Bahasa
Indonesia.
Contoh :
Perform, budget, website, fair…(Republlika, 15 Maret 2010)
Minister, outside, stateless, forward looking, money politic,
voting…(Kompas, 11 Mei 2010).
Penggunaan istilah asing dengan mengadopsi secara langsung
hanya diperbolehkan jika istilah tersebut memang sama sekali belum ada padanan
katanya dalam Bahasa Indonesia. Adapun adopsi kata secara tidak langsung
dilakukan dengan memperhatikan kaidah penyerapan unsur asing yang diatur dalam
gramatikal Bahasa Indonesia.
Istilah-istilah seperti perform, budget, website, fair,
minister, outside, stateless, forward looking, money politic, dan voting telah
memiliki padanan kata dalam Bahasa Indonesia yaitu secara berturut-turut adalah
: melakukan, anggaran, situs, adil, menteri, sisiluar, tak berkewarganegaraan,
melihat ke depan, politik uang, dan pemungutan suara. Penulisan istilah-istilah
asing dalam bentuk aslinya tersebut biasanya lebih ditujukan untuk menampilkan
efek agar suatu tulisan dianggap berbobot atau intelek, menarik untuk dibaca,
dan dianggap menjual.
3. Mengutip
Perkataan Narasumber Secara Imitatif, Tanpa Diolah Terlebih Dahulu
Hal yang mendasari timbulnya kesalahan ini adalah kembali
pada jiwa seorang jurnalis yang selalu tidak ingin kehilangan sedikitpun detail
informasi yang ia peroleh dari narasumbernya. Oleh karena itu, biasanya apa
yang dikatakan oleh narasumber tanpa dipahami makna bahasanya langsung dikutip
secara apa adanya. Namun, hal ini menjadi suatu masalah ketika pengutipan
secara langsung ini justru mengakibatkan terjadi kesalahan bahasa pada media
surat kabar.
Contoh :
...Untuk menarik minat investor, kata Hidayat, Indonesia
sangat membutuhkan dukungan energy dan listrik. “Jangan sampai byar pet, yang
merintangi industri,” katanya…(Republika, 15 Maret 2010).
…”Tidak ada politik transaksional, tak ada deal-deal,
apapun, apalagi terkait mundurnya Sri Mulyani (Menteri Keuangan)”,
katanya…(Kompas, 11 Mei 2010).
Istilah byar pet ataupun deal-deal (keduanya dicetak tebal),
tentunya sama sekali tidak dikenal dalam Bahasa Indonesia yang resmi,
sebagaimana termuat dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Namun kedua
istilah tersebut menjadi lazim dipergunakan mengingat seringkali muncul dalam
bahasa lisan yang kemudian terbawa dalam pemberitaan surat kabar. Istilah byar
pet sendiri sebenarnya berasal dari Bahasa Jawa yang digunakan untuk
menggambarkan kondisi redup atau kondisi menyala dan matinya cahaya (lampu)
yang saling bergantian terjadi secara frekuentif. Sedangkan deal-deal sendiri
merupakan “parodi (plesetan)” yang merujuk kepada arti kesepakatan-kesepakatan.
Memperhatikan ketiga kesalahan di atas, jelas nampak bahwa
munculnya kesalahan-kesalahan pemakaian Bahasa Indonesia dalam media surat
kabar bukanlah sesuatu yang bersifat tidak disengaja. Pihak media bukannya
tidak mengerti aturan atau tata cara berbahasa Indonesia yang baik dan benar,
namun hal ini semata-mata dilakukan sebagai sarana untuk menciptakan daya tarik
tulisan, sehingga terdapat motivasi yang kuat bagi pembaca untuk membacanya
hingga tuntas. Namun, tentunya hal ini jika tidak ditangani lebih lanjut maka
akan merusak tatanan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, mengingat
kesalahan-kesalahan tersebut lama-kelamaan akan menjadi sesuatu yang dapat
diterima dan akhirnya dianggap sebagai hal yang biasa oleh masyarakat.
IV.KESIMPULAN
1. Berdasarkan
hasil analisa / studi pengamatan pada dua surat kabar terkemuka nasional, yaitu
harian Kompas dan Republika setidaknya terdapat tiga kesalahan utama pemakaian
Bahasa Indonesia pada sejumlah tulisan dalam surat kabar, yaitu : (1) Kesalahan
penggunaan pemilihan kata (diksi), (2) Penggunaan istilah asing tanpa
memperhatikan kaidah penggunaan dan penyerapan unsur asing dalam aturan Bahasa
Indonesia, dan (3) Mengutip perkataan narasumber secara imitatif, tanpa diolah
terlebih dahulu.
2. Kemunculan
kesalahan-kesalahan pemakaian Bahasa Indonesia dalam media surat kabar bukanlah
sesuatu yang bersifat tidak disengaja. Pihak media bukannya tidak mengerti
aturan atau tata cara berbahasa Indonesia yang baik dan benar, namun hal ini
semata-mata dilakukan sebagai sarana untuk menciptakan daya tarik tulisan,
sehingga terdapat motivasi yang kuat bagi pembaca untuk membacanya hingga
tuntas.
V. SARAN
Adanya kesalahan-kesalahan pemakaian Bahasa Indonesia dalam
media surat kabar harus ditindaklanjuti untuk segera dilakukan pembenahan.
Penanganan yang setengah-setengah atau tidak
secara tuntas akan berakibat pada semakin rusaknya tatanan berbahasa
Indonesia yang baik dan benar, mengingat kesalahan-kesalahan tersebut
lama-kelamaan akan menjadi sesuatu yang dapat diterima dan akhirnya dianggap
sebagai hal yang biasa oleh masyarakat. Oleh karena itu harus ada kontrol yang
kuat dari pemerintah, lembaga pers, maupun masyarakat sehingga upaya untuk
mewujudkan peran surat kabar sebagai salah satu guru Bahasa Indonesia yang baik
dan benar bagi masyarakat akan dapat terwujud.
VI.DAFTAR PUSTAKA
Broto A. S. 1978. Pengajaran Bahasa Indonesia. Bulan
Bintang. Jakarta.
Tasai, S. Amran dan E. Zaenal Arifin. 2000. Cermat Berbahasa
Indonesia : Untuk Perguruan Tinggi. Akademika Prescindo.